Senin, 06 Mei 2013

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

Begitu kata pertama ketika saya membaca berita on-line hari ini. Kasus yang sudah bertahun-tahun saya amati. Bukan dari media massa semata. Tapi ini nyata. Bukan dongeng, sinetron, atau berita di TV. Ini yang membuat saya miris. Saya manusia, saya punya kekuatan untuk berkehendak, saya bisa melakukannya dengan organ-organ yang dirangkai oleh Tuhan. Apa hak yang paling hakiki di dunia? Hak Hidup. Kita memperjuangkan hak hidup kita bukan? Tapi, bagaimana untuk yang belum “mampu” untuk mempertahankan hidupnya? Bagaimana untuk benih-benih yang terbuang karena ketidak mampuan orang lain untuk mengerti sebuah tanggung jawab?Aborsi. Itulah yang terus berputar-putar dalam otak ini. Saya benci menulisnya. Karena saya jijik. Bukan ingin meludahi benih-benih itu. Tapi meludahi sifat manusia yang hanya mementingkan ego semata. Manusia sebagai pelaku. Aborsi bagi saya bukan hanya pelarian dari sebuah tanggung jawab, tapi sudah merupakan tindakan seseorang merampas hak hidup orang lain. Mahluk yang belum mampu memperjuangkan hak dirinya sendiri. Hak dasar manusia. Saya bukan membicarakan tindakan aborsi dalam arti karena alasan yang fatal. Misal: Penyakit, Pasutri yang mungkin serba keterbatasan dengan jumlah anak yang melebihi. Ironisnya, pasangan muda mulai melegalkan sendiri tindakan itu bak minum obat ketika sakit flu, demam, atau diare. Berbuat, aborsi, Kelar!
Sebenarnya jumlah praktek aborsi sulit untuk dihitung karena praktek aborsi banyak pula yang tidak terlaporkan. Kalau menurut info yang saya baca, Jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 Juta pertahunnya. Jika merujuk pada perkiraan BKBN terapat dua juta nyawa yang terbuang sia-sia.  Di Cina, jumlah pelaporan untuk kasus aborsisetahunnya hingga mencapai 13 juta. Data statistik di Amerika, yang dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan alan Guttmacher Institute (AGI) menunjukkan bahwa hampir dua juta jiwa (melebihi dari jumlah nyawa yang terbunuh dalam perang manapun. Menurut Jamer K Glassesman dari The Washington Post tahun 1996, jumlah kematian akibat aborsi 10x lipat dari jumlah kecelakaan manapun ditambah kasus bunuh diri dan pembunuhan. Secara keseluruhan, diseluruh dunia, aborsi merupakan penyebab kematian yang lebih utama dibandingkan penyakit jantung maupun kanker.Sejenak saya menghela nafas. Sedikit mengingat memori ketika dua tahun yang lalu. Seorang teman saya bercerita bahwa dia dilanda ketakutan yang mungkin dibawanya hingga akhir hayat. Ketakutan tidak memiliki anak dalam hidupnya. Ketakutan setelah menyia-nyiakan tiga nyawa. Ya, bukan satu, tapi TIGA! Sebenanya hanya dua kali, tetapi untuk yang kedua kalinya dia membunuh dua janin sekaligus. Ternyata baby-nya kembar. Uh, so sweet.. bayangan bayi itu seakan-akan muncul di kepala ini. Bayi kembar yang mungil. Yang diberi nama: Queen dan Diva. Tapi sekejap bayangan itu pun menjadi abu-abu. Impian itu hanya ilusi dialam bawah sadar. Teman saya itu harus dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang lemah akibat pendarahan yang dialaminya. Waktu itu berlalu cepat. Saya kembali ke dunia nyata. Berpulang dari perjalanan memori masa lalu dengan mendengar kabar yang entah baik atau buruk(bisa dipersepsikan sendiri). Dia putus dengan pacarnya. Pacarnya yang sudah memberi tiga benih dan lalu memusnahkannya. Kekasihnya yang akhirnya kini telah menempuh hidup baru dengan yang lain. Kabar teman wanita sayapun kini telah menguap. Entah dimana dia sekarang.Itu hanya satu contoh kasus. Kasus nyata yang dialami orang yang pernah dekat dalam kehidupan saya. Sahabat ketika sama-sama berjuang hidup di kota perantauan. Contoh satu KEBODOHAN yang harusnya tidak perlu ada lagi. Memang itu hukumnya dosa. Jelas dan mutlak. Agama sudah jelas menyuarakan. Tapi bukan itu yang saya maksud. Saya malas mengoceh tentang dosa (karena saya pun bukan manusia suci). Dosa bersifat sangat pribadi. Antara manusia dengan Tuhannya. Tapi ini lebih kepada nilai. Nilai moral seorang manusia. Manusia yang harus menghargai yang lainnya. Kalau memang tidak mau bertanggung jawab, jangan melakukan. Kalau pun tidak bisa memendam hasrat, cobalah “bermain dengar pintar dong”. Setidaknya jangan sampai “memaksa” mahluk lain membayar tindakan yang kita perbuat. Unfair! Merampas hak hidup mahluk yang seharusnya dia dapatkan. Hak dasar manusia yang belum mampu dia perjuangkan. Karena dia belum bisa bernafas, dia belum bergerak, dia belum bicara. Tapi dia zat awal seorang manusia. Dia sudah “ada”. Mengapa tidak menjadikan “ada” sebelum “ada” itu datang (Sampai disini iklan kontrasepsi boleh numpang lewat).Realitas yang terjadi membuat kita sepertinya bisa peduli lebih jauh lagi. Bukan hanya virus flu burung saja yang perlu diperhatikan. Ini sudah merupakan virus kematian. Virus yang justru diciptakan manusia. Menyebar ke setiap lapisan masyarakat (sudah ada di kota dan di desa: BAHAYA!). Saya sendiri kebingungan bagaimana memberi pemahaman tanpa unsur men-judge. Mungkin omongan seperti ini dianggap membosankan bagi sebagian orang. Seperti nasehat guru SD saat upacara bendera. Saya tidak menggurui, tapi saya bercerita.

Opini:
Menurud saya, tindakan ini sangatlah tidak bertanggung jawab. Semua masalah yang ada harus di selesaikan dengan kepala dingin, jangan dengan keputusan sesaat. Tanpa kita pikir panjang dampak yang akan terjadi.
Banyak kerugian yang ada dengan tindakan ini baik untuk sang ibu dan anak. Apa yang kita perbuat pasti ada akibatnya. Baik itu positif maupun negatif.

http://m.kompasiana.com/post/umum/2009/12/28/aborsi-cerita-jam-makan-siang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar